Serial Diskusi #1: Keterlambatan Kebijakan Krisis COVID-19 oleh Pemerintah

Yogyakarta, 1 April 2020 – Dalam rangka menanggapi krisis unprecedented yang bisa memicu perubahan mendasar tata kelola sistem sosial, politik, dan ekonomi di berbagai negara bahkan global karena pandemi Covid-19, Fisipol UGM mengadakan serial diskusi “Penanganan Krisis COVID-19”. Serial diskusi ini bertujuan guna memahami dinamika respon dan tata kelola krisis Covid-19 serta untuk memberi masukan ke berbagai stakeholders.

Diskusi dengan topik Penanganan Krisis COVID-19 ini terbagi menjadi enam serial dengan menggunakan platform aplikasi video conference sebagai medium diskusiyaitu Cisco WebEx. Diskusi serial #1 dengan tajuk “Dinamika Kebijakan Krisis COVID-19” diadakan pada hari Rabu, 1 April 2020 tepatnya pukul 13.00 WIB. Serial diskusi pertama ini mendatangkan Dekan Fisipol Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto sebagai pembicara, serta Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo dan Dr. Ambar Widaningrum selaku dosen Fisipol UGM yang turut memantik diskusi. Moderator dalam diskusi ini yaitu Ms. Azifah R. Astrina, SIP, M.A dengan peserta diskusi kurang lebih 211 anggota.

Sebagaimana yang terjadi bahwa Covid-19 yang bermula pada bulan November 2019 di China ini nampaknya tidak menggerakkan pemerintah Indonesia untuk menangani lebih awal hingga awal Maret 2020 terdengar adanya kasus Covid-19 yang sudah merambah Indonesia. Kurang sigapnya pemerintah dalam memandang pandemi ini dijelaskan oleh Pak Erwan mengenai kronologis yang meliputi gagalnya memanfaatkan peluang kebijakan untuk merespon krisis di dua bulan pertama.

Pembelajaran kebijakan yang rendah, dan pemerintah yang terkesan miskin visi dan strategi dalam merespon krisis; tidak efektifnya pesan kebijakan juga menimbulkan mismatch antara komunikator dan pesan yang disampaikan. Sinergi antar sektor dan level pemerintah terkait rivalitas politik di Jakarta dan kabinet baru masing-masing menteri yang terikat target KPI; serta birokrasi dan regulasi yang menghambat keperluan pengadaan barang dan jasa, juga kewenangan BNPB yang terbatas.

Menanggapi keterlambatan pemerintah dalam menangani penyebaran Covid-19 yang semakin meluas di berbagai negara maupun global ini pun Pak Wahyudi juga menjelaskan beberapa poin yang menjadi sorotan. Adalah kebijakan yang kurang antisipatif dari pemerintah, tidak adanya monitoring yang jelas, kurangnya koordinasi, timbulnya masalah policy compliance dari warga, informasi yang simpang-siur, masalah disaster-preparedness, dan kelemahan infrastruktur kesehatan masyarakat.

“Yang saya sayangkan (adalah) Kementerian Kesehatan, Pak Menterinya malah kemudian meminta kita supaya berdoa, di luar kewenangan sebagai Kementerian Kesehatan dan tidak betul-betul mempersiapkan seandainya Covid kemudian masuk ke Indonesia. Baru belakangan kemudian tampaknya setelah waktu itu Dirjen WHO juga menyurati presiden menyatakan sebagai pandemi dan menyebar secara global sudah meluas kita kelabakan karena tidak mempersiapkan sejak dini,” ujar Pak Wahyudi menanggapi kurangnya antisipatif pemerintah dalam menentukan kebijakan.

Kendati sedikit terlambat dalam hal menangani mewabahnya virus Covid-19, pemerintah nampak sudah membuat kebijakan sebagai langkah-langkah korektif atas keterlambatan tersebut. Dalam hal ini, Bu Ambar mengapresiasi langkah pemerintah dalam melakukan koreksi. “Kukira itu poin penting yang harus kita apresiasi mulai dari awal dulu, sejak tanggal kira-kira sekitar 13 Maret mulai ada Keppres tentang Percepatan Penanganan Covid nomor 4 ya kalau nggak salah lalu dilanjutkan dengan Keppres 9 terkait dengan Gugus Tugas semacam perubahan terhadap Keppres nomor 4, lalu ada Inpres tentang Refocusing Kegiatan, disitu ada Realokasi Anggaran, Tenaga Kesehatan mulai dari ijin dan sebagainya. Nah itu sebagai langkah awal waktu itu presiden sudah menerbitkan beberapa peraturan di situ,” ungkap Bu Ambar.

Jika menilik kembali dalam sejarah, kondisi saat ini merupakan sebuah siklus atau perulangan masa lalu yang terjadi. Bu Ambar mengatakan berdasarkan informasi bahwa pada tahun 1918 terdapat virus Spanyol yang juga mematikan banyak nyawa di Jawa dan respon pemerintah kolonial hampir sama dengan yang sekarang mengenai keterlambatan, tetapi kemudian terus dikoreksi waktu itu. Menurut Bu Ambar, dalam situasi seperti ini kita harus berani komplain terhadap kebijakan pemerintah yang terkesan ragu-ragu mengenai pentingnya komitmen yang kuat dari pemerintah seperti adanya koordinasi di semua level dan juga melibatkan semua stakeholder termasuk warga dalam menentukan kebijakan yang efektif. Selain itu, peran lembaga pendidikan juga penting dalam merespon dinamika kebijakan pemerintah mengenai Covid-19. Dalam hal ini, Fisipol UGM telah melakukan upaya mengenai hal tersebut dengan diadakannya serial diskusi ini.

Setelah semua pembicara selesai memaparkan beberapa bahasan, moderator membuat konklusi dan membuka sesi pertanyaan di akhir pemaparan. Meskipun terdapat beberapa kendala terkait audio yang sedikit terganggu, namun diskusi tetap berjalan semestinya dengan banyaknya peserta yang berpartisipasi. Pada akhir diskusi pun, streaming hasil diskusi diunggah pada channel Youtube Fisipol UGM, sehingga dapat ditonton lagi bagi yang kurang jelas atau bahkan tidak sempat mengikuti. Diskusi serial pertama ini berakhir pada lebih kurang pukul 15.00 WIB. (/Wfr)

Leave A Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pelatihan MAP