Penilaian terhadap Pemekaran Provinsi Baru: Studi Kasus di Provinsi Banten dan Provinsi Kalimantan Utara

Pemekaran daerah baru (baik pemekaran provinsi, kabupaten, dan kota) menjadi isu penting pasca-Reformasi. Sebelumnya, rezim Orde Baru melalui relasi kekuasaan yang bersifat sentralisasi, dinilai membuat daerah-daerah seolah menjadi anak tiri. Jatuhnya rezim Orde Baru telah membawa perubahan mendasar dalam lanskap politik serta hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Setelah 32 tahun berada dalam sistem sentralisasi kekuasaan a la Soeharto, pada saat Reformasi tuntutan dilaksanakannya sistem desentralisasi mengemuka. Pada tahun 1999 ditetapkanlah UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah untuk menyerahkan sebagian besar fungsi pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten dan UU No. 25 tahun 1999 untuk menetapkan kerangka fiskal untuk menyokong keuangan pemerintah daerah.

Kedua undang-undang tersebut menyediakan kerangka kerja hubungan pusat-daerah kemudian diubah menjadi UU 32/2004 dan UU 33/2004, yang memberikan fungsi yang lebih jelas untuk tingkat pemerintahan provinsi dan pengenalan pemilihan langsung untuk gubernur, walikota dan bupati. Dengan adanya desentralisasi, membuat berbagai daerah di Indonesia mengalami pemekaran dengan berbagai pertimbangan, salah satunya adalah pemekaran Provinsi Banten dari Jawa Barat dan Provinsi Kalimantan Utara dari Kalimantan Timur.

Pada hari kedua “Research Days FISIPOL UGM 2019” yaitu Selasa, 06 November 2019, Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP mewakili Institute Governance and Public Affairs (IGPA) menyampaikan hasil penelitian yang berjudul Assessing the Performance of New Provinces: The Cases of Banten and Kaltara in Indonesian Decentralized Governance. Penelitian tersebut adalah hasil dari hibah penelitian kolaboratif FISIPOL UGM 2019. Penelitian penilaian kinerja pemerintahan provinsi baru ini mengambil studi kasus pemekaran Provinsi Banten dan pemekaran Provinsi Kalimantan Utara.

Kumorotomo mengungkapkan bahwa tujuan dari pemekaran secara teoritis adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perbaikan layanan publik, perbaikan tata kelola pemerintahan, dan peningkatan kemandirian daerah. “Hampir semua daerah yang ingin memekarkan diri, selalu berbicara yang baik-baik, namun dalam praktiknya, tidak semua indikator yang menunjukan keberhasilan pemekaran itu dapat dipenuhi” ungkap Kumorotomo. Menurutnya pemerintah pusat perlu cermat dan teliti tentang apakah upaya pemekaran daerah baru itu memang bertujuan untuk membawa kemaslahatan bagi masyarakat atau justru karena dorongan kehendak para elite lokal saja.

Temuan penelitian ini menunjukan bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemekaran Provinsi Banten masih cukup rendah. Selama 19 tahun provinsi ini berdiri, pembangunan telah banyak dijalankan, akan tetapi masih terjadi ketimpangan pembangunan antara Banten bagian Utara dengan Banten bagian Selatan. Pemekaran Provinsi Banten secara politik dinilai telah memberi ruang bagi berkembangnya elite lokal, hingga memunculkan dinasti politik. Dinasti politik di Banten ini yang membuat upaya perubahan secara progresif sulit terjadi, dampaknya proses pemerataan dan peningkatan pelayanan publik tidak berjalan signifikan.

Sementara di Provinsi Kalimantan Utara, berbagai pembangunan dijalankan dengan menyasar daerah perbatasan agar mempermudah akses mobilisasi. Di sisi politik, provinsi yang baru berdiri 6 tahun ini tidak seperti Banten yang melahirkan dinasti politik. Sebagai daerah pemekaran baru, saat ini Kaltara dihadapkan dengan masih sedikitnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), tren investasi yang naik turun, dan masih banyaknya daerah yang susah untuk diakses. Hal itu yang mempengaruhi kualitas layanan publik, kesejahteraan masyarakat, dan kemandirian daerah.

Dalam sesi penutup penyampaian hasil penelitiannya yang dilangsungkan di Selasar FISIPOL UGM, Kumorotomo mengungkapkan bahwa pemerintah perlu melanjutkan kebijakan moratorium pemekaran daerah. Selama proses moratorium ini, menurut Kumotomo, akan memberi waktu bagi para stakeholders untuk melakukan evaluasi dan memperbaiki indikator atau prasyarat bagi proses pemekaran daerah di masa depan.

Leave A Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pelatihan MAP