Kesehatan mental di perguruan tinggi telah menjadi perhatian utama selama pandemi COVID-19 hingga saat ini. Banyaknya jumlah mahasiswa yang mengalami kecemasan berlebihan, depresi, hingga keinginan untuk bunuh diri, telah membuat upaya penanganan dan pendampingan yang dilakukan kampus kepada mahasiswa menjadi hal yang penting untuk dilakukan.
Pada Jum’at, 30 Agustus 2024, Magister Ilmu Administrasi Publik (MIAP) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan kuliah umum bertajuk “Manajemen Stres bagi Mahasiswa”. Sesi kuliah ini dipantik oleh Prof. Dra. Kwartarini Wahyu Yuniarti, M.Med., Ph.D., Psikolog. (Dosen di Fakultas Psikologi UGM) dan dihadiri secara luring oleh sekitar 80 orang dan sekitar 30 orang hadir secara luring melalui platform Zoom.
Kwartarini memulai kuliah dengan membagikan kuisioner yang terdiri dari 50 pertanyaan untuk mengukur tingkat stes dari peserta kuliah. Kemudian, pakar psikologi dari UGM ini memaparkan tentang faktor-faktor yang menjadi penyebab stres bagi mahasiswa, misalnya lingkungan sekitar, tuntutan perkuliahan, kurangnya kemampuan akademis, belum memiliki pekerjaan, banyaknya penugasan dari dosen, jadwal yang terlalu padat, serta masalah keuangan dan keluarga.
“Stressor (penyebab stres -ed) itu netral” ungkap Kwartarini. Ia menilai bahwa stres bisa menjadi hal positif, ketika ditempatkan pada posisi yang tepat dan menjadi hal yang justru diperlukan. Misalnya ketika seseorang ingin meraih cita-cita tertentu, penetapan cita-cita itu akan membuat orang terdorong dan tertekan hingga stres untuk bagaimana mencapainya. Sementara itu, stres juga bisa menjadi hal yang negatif, yang bisa dilihat dalam dua bentuk, yaitu secara fisik dan emosional. Secara fisik, stres bisa ditandai dengan napas pendek, sakit kepala, asam lambung naik, pundak kaku, leher tegang, gatal-gatal, dan mual. Sementara itu, secara emosional, stres sering kali membuat seseorang merasa cemas, mudah marah, cepat tersinggung, dan mudah menangis. Sifat negatif dari stres ini cenderung merugikan kita, baik secara fisik dan emosional. Pada konteks itu, Kwartarini menekankan pentingnya memiliki solusi yang efektif untuk mengelola stres agar tidak berdampak buruk pada kehidupan seseorang.
Pentingnya Manajemen Stres
Upaya untuk mengatasi stres yang bersifat negatif, menurut Kwartarini, dapat dilakukan dengan melakukan manajemen stres. Manajemen stres tidak hanya berkaitan dengan penghilangan stres, tetapi lebih berfokus pada kesiapan mental dalam menghadapi stres.
Proses manajemen stres melibatkan identifikasi potensi penyebab stres, menilai apakah penyebab tersebut merupakan ancaman atau tantangan, serta mengembangkan strategi coping yang tepat. Strategi coping bisa berupa pendekatan yang berfokus pada masalah atau yang berfokus pada emosi. Pengenalan dan penerapan teknik coping yang efektif, dapat mengubah stress menjadi peluang untuk personal grow up dan mencapai “win your life.”.