Seminar Nasional dan Temu Alumni MAP UGM “Pemangkasan Birokrasi: Arah Kebijakan dan Antisipasi Dampaknya”

Dalam memperingati 26 tahun berdirinya Magister Administrasi Publik (MAP) Universitas Gadjah Mada (UGM), pada Sabtu, 21 Desember 2019 diselenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Pemangkasan Birokrasi: Arah Kebijakan dan Antisipasi Dampaknya” dan temu Alumni MAP UGM. Seminar nasional yang diselenggarakan di ruang seminar MAP UGM ini, menghadirkan empat orang narasumber, yaitu: Prof. Agus Pramusinto (Ketua KASN RI), Drs. Mudzakir, MA (Sekretaris Deputi SDM Kemenpan RB), Robert Na Endi Jaweng, S.IP, MAP (Direktur KPPOD), dan Zul Elfian, S.H., M.Si (Walikota Solok) yang di moderatori oleh Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP (Guru Besar MAP UGM).

Dalam agenda Seminar Nasional dan Temu Alumni MAP UGM, turut diluncurkan buku bunga rampai dengan judul “Kebijakan Publik Kontemporer: Analisis Kumpulan Kasus Kebijakan di Indonesia” yang diterbitkan oleh IGPA Press. Buku ini berisi 12 esai terbaik hasil dari lomba penulisan kasus kebijakan publik yang diselenggarakan oleh MAP UGM pada awal tahun 2019. Prof. Wahyudi Kumorotomo, MPP yang menjadi editor dalam buku tersebut, saat meluncurkan buku ini menyampaikan bahwa “buku kumpulan kasus, masih menjadi sesuatu yang langka dalam kajian yang berfokus pada kinerja pemerintahan, sehingga buku ini diharapkan akan memantik munculnya buku-buku lain, yang menjadi bahan pembelajaran penting bagi para mahasiswa dan stakeholders”.

Seminar nasional dengan tema pemangkasan birokrasi, dibuka oleh Prof. Erwan Agus Purwanto selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), UGM pada pukul 09.20 WIB. Prof. Erwan, menyatakan bahwa temu alumni MAP UGM ini diharapkan akan melahirkan gagasan penting bagi Indonesia ke depan. Apalagi menurutnya, di tengah era disrupsi yang terjadi saat ini, sehingga pola birokrasi lama perlu ditinggalkan agar mampu lebih menyesuaikan dengan perkembangan zaman. “Era sekarang birokrasi perlu dirampingkan, agar lincah. Birokrasi tidak sekedar melayani, tetapi juga harus lincah untuk menjadi yang lebih baik dibanding dengan negara lain. Birokrasi harus mampu untuk merespon berbagai keadaan yang berubah dengan begitu cepat,” ungkap Prof. Erwan.

Senada dengan Prof. Erwan, Drs. Mudzakir, MA (Sekertaris Deputi SDM Aparatur, Kemenko PMK) menilai pemangkasan birokrasi penting untuk dilakukan, apalagi dengan adanya instruksi langsung dari Presiden Indonesia. Selain itu, performa birokrasi di Indonesia menurutnya juga masih masuk jajaran yang terbawah di negara-negara ASEAN. Kebijakan pemerintah saat ini dalam hal pemangkasan birokrasi dilakukan melalui pengalihan jabatan dalam berbagai tingkat yang mencakup pemerintahan pusat dan pemerintah daerah. Drs. Mudzakir, MA memaparkan bahwa dalam upaya efektifitas birokrasi diperlukan serangkaian kebijakan reformasi mekanisme tata kerja dalam organisasi.  Sebagai instansi pemerintahan pusat yang berfokus pada pendayagunaan ASN, Kemenpan memulai langkah pemangkasan birokrasi dengan mengurangi jumlah Eselon III dari 53 menjadi 52, sedangkan Eselon IV yang semula 91 menjadi 89. “Pemangkasan birokrasi dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan birokrasi yang dinamis, gesit, dan profesional” ungkap Drs. Mudzakir, MA.

Senada dengan sudut pandang Deputi SDM PAN-RB, Zul Elfian, S.H., M.Si juga memandang bahwa agile government (pemerintahan yang gesit) yang diciptakan melalui kebijakan pemangkasan birokrasi dapat dilakukan dengan Road Map Penataan Birokrasi serta rangkaian peningkatan mutu ASN.  Baik Drs. Mudzakir, MA maupun Zul Elfian, S.H., M.Si sama-sama memandang bahwa reformasi MSDM baik dalam hal penataan organisasi, maupun dalam hal penggunaan teknologi dalam pelayanan publik yang dilakukan ASN akan mampu mewujudkan agile governance.

Pembicara ke-3, yaitu Prof. Agus Pramusinto memaparkan bahwa urgensi pemangkasan eselon yang dipaparkan oleh Presiden bertujuan untuk pengambilan keputusan dalam bentuk kebijakan secara cepat dan tepat. Selama ini yang menjadi salah satu masalah utama dalam birokrasi adalah cara pandang yang menganalogikan bahwa “semua orang bersalah sehingga harus membuktikan bahwa ia benar”, ini terjadi seperti logika dalam hal pembuatan SKCK atau pembuatan surat sehat sebagai syarat pendaftaran CPNS. Ini membuat apa yang sebenarnya tak perlu dilakukan menjadi harus dilakukan dan membuat proses menjadi lebih banyak demi terpenuhinya persyaratan pendaftaran CPNS. Pola ini masih membawa birokrasi khas Weberian yang amat hierarkis. Pola birokrasi Weberian dirasa tidak tepat untuk kondisi saat ini yang dinamis dan memerlukan sense of humanity yang lebih banyak dalam pelayanan publik. Prof. Agus Pramusinto memandang arah pemangkasan birokrasi memang ditujukan agar membuka peluang investasi, namun hal itu harus dibarengi dengan kebijakan yang ketat untuk pemenuhan hak-hak pekerja, pemenuhan kelayakan lingkungan dan tindakan yang cepat bagi institusi ataupun korporasi yang melakukan melakukan pelanggaran dalam hal-hal tersebut. Cara pandang “semua orang benar sampai ia terbukti bersalah” ini, kemudian dianggap menjadi kondisi normatif yang seharusnya ada dalam birokrasi.

Berbeda dengan Prof. Agus Pramusinto, Robert Na Endi Jaweng, S.IP, MAP memandang Birokrasi Weberian telah disalah artikan sebagian besar orang karena struktur atau hierarki dianggap perlu untuk membagi kewenangan. Disamping membagi kewenangan, struktur diperlukan agar pembagian kerja dapat dilakukan untuk memfokuskan fungsi dari masing-masing divisi. Akan tetapi yang banyak terjadi justru struktur dipandang sebagai pola implemeentasi yang hierarkis yang berbelit. Meskipun Prof. Agus Pramusinto dan Robert Na Endi, Jaweng S.IP, MAP sedikit berbeda pandangan terkait Birokrasi Weberian, namun keduanya sama-sama memandang bahwa birokrasi yang amat hierarkis akan menumbuh suburkan patron klien khususnya di tingkatan daerah.

Diakhir sesi diskusi, moderator Prof. Wahyudi Kumorotomo, MPP menyimpulkan bahwa berbagai upaya dan beragam kebijakan seperti halnya pemangkasan birokrasi menjadi penting untuk menuju pada agile governance. Proses pengambilan kebijakan yang sebelumnya harus melalui empat eselon menjadikanya tidak efisien, sehingga pemangkasan diperlukan agar birokrasi tidak lagi bersifat hierarkis dan lebih responsif.

Acara yang dihadiri oleh alumni MAP UGM dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, dan berbagai peserta dari berbagai latar belakang profesi ini ditutup pada pukul 12.15 WIB. Acara kemudian dilanjutkan dengan temu alumni dengan panggung pentas hiburan live music yang dimeriahkan oleh grup musik yang beranggotakan dosen-dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik UGM.

Leave A Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pelatihan MAP